Jumat, 17 Mei 2013

Buddha Hendak Menyelamatkan Dirimu 03



Kita selalu menasehati insan yang sedang menghadapi ajal dengan kalimat “relakan segalanya, fokuskan diri melafal Amituofo”. Ini memang benar! Jika berniat terlahir ke Alam Sukhavati memang harus merelakan segalanya, menfokuskan diri melafal Amituofo, namun tidaklah mudah, kita sendiri saja mungkin juga tidak mampu melakukannya. Maka itu, bila dengan nada memaksa, maka akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan.

Sebagai contoh, ada seorang ibu yang terserang penyakit kanker, seluruh tubuhnya telah membengkak, kulit pun mulai terkelupas, cairan busuk juga mulai mengalir keluar, sungguh menderita. Dia memiliki seorang anak yang berusia sekitar 17 atau 18 tahun, yang masih memerlukan orang membantu memakaikan pampers. Ibu ini biasanya bersikap baik pada semua orang, juga rajin ikut zhu-nian (membantu melafal Amituofo untuk orang di saat menjelang ajal).

Suatu hari para sahabat Dharma mengunjunginya, dan Ibu ini mencurahkan kegelisahannya, kelak kalau dia meninggal, siapa yang akan menjaga anaknya? Karena walau telah berusia 17-18 tahun namun masih membutuhkan orang memakaikan pampers. Bagaimana bila tidak ada yang menjaganya?

Sampai di sini, dia merasa amat sedih, airmata nya mulai mengalir, tiba-tiba salah seorang sahabat Dharma berkata : “Aduh, ini sudah waktu apa? Kamu seharusnya merelakan segalanya, menfokuskan diri melafal Amituofo, kamu harus mengikhlaskan anakmu”.

Akhirnya sang ibu yang akan menghadapi ajalnya itu, begitu mendengar ucapan ini langsung emosi, berkata : “ Saya tahu dia bukan anak anda, makanya anda bisa berkata dengan seenaknya, bilang merelakan, coba kalau itu anak anda, apakah anda juga bisa mengikhlaskan? Saya tak percaya anda mampu merelakan!”

Kita tidak boleh menyalahkan ibu ini yang sedang marah,  sesungguhnya dia sedang mengajari kita semua, agar dapat memahami perasaan orang lain, bagaimana penderitaan orang yang sedang menghadapi ajal, tak berdaya merelakan orang yang disayanginya.

Karena kita tidak berpengertian pada perasaannya, penderitaan yang dia rasakan, orang lain memandangnya dengan remeh, makanya dia jadi emosi! Sebenarnya dia sangat rajin mengikuti kegiatan zhu-nian dan tahu apa yang dimaksud dengan merelakan, kita semua tahu teori ini, namun masalahnya adalah perasaan cinta penyebab penderitaan, bukanlah mudah untuk direlakan.

(Sesungguhnya bila sang ibu telah terlahir ke Alam Sukhavati, dari Alam Sukhavati si ibu bisa memancarkan cahaya untuk menjaga anaknya, lebih mudah daripada berada di alam saha! Namun pemahaman ini memerlukan keyakinan yang mendalam pada Buddha Dharma)

Pada saat itu siapa pun tidak bisa meredakan emosi si Ibu, putri nya sangat berbakti, segera bernamaskara dan memohon pada Buddha, akhirnya Guru Penahbis saya datang melihatnya, hanya dengan beberapa kalimat telah menenangkan dirinya. Apa yang dikatakan oleh guru?

Guru memegang kaki si ibu yang telah membengkak, berkata : “Sepasang kakimu ini telah menempuh banyak perjalanan demi banyak makhluk, anda melakukan semua ini jasa kebajikannya dilimpahkan ke mana?” Ibu itu mulai dapat menenangkan diri mengenang Bodhicitta yang dia persembahkan demi banyak makhluk, dengan linangan airmata dia  menjawab : “Alam Sukhavati”.

Kemudian guru memegang tangan si ibu yang penuh dengan lubang suntikan dan membengkak, guru berkata : “Sepasang tanganmu ini demi semua makhluk telah berbuat banyak kebajikan, jasa kebajikannya dilimpahkan ke mana?” Ibu itu menjawab : ”Alam Sukhavati”. (Ibu itu jadi teringat setiap hari dia melakukan kebaktian dan melakukan pelimpahan jasa, satu niat pikiran telah membawanya kembali)

Kemudian guru melanjutkan lagi berkata : “Kami akan mengantarmu, bolehkah?” Sang ibu menjawab : “Baik!” Akhirnya dalam suara lafalan Amituofo para sahabat Dharma, si Ibu memandang gambar Buddha dan melafal nama Buddha, sekitar 15 menit kemudian dia pun terlahir ke Alam Sukhavati.

Ucapan guru saya telah menenangkan dirinya membawanya kembali pada keyakinan dan tekad untuk terlahir ke Alam Sukhavati. Di sini kita memahami bahwa kebajikan si Ibu yang begitu rajin ikut Zhu-nian (membantu melafal Amituofo untuk insan yang menjelang ajal), telah berbuah pada saat menjelang ajalnya si Ibu juga memperoleh bantuan yang mengingatkan nya kembali pada keyakinan dan tekad untuk lahir ke Alam Sukhavati.

Maka itu saat menasehati orang yang akan menghadapi ajal, haruslah mempertimbangkan perasaan orang lain, membandingkan dengan diri sendiri, cobalah introspeksi diri, dalam keseharian saja kita memiliki pendapat tersendiri, bila pendapat orang lain berbeda, walau hanya sepele, namun kita juga sulit melepaskan pendapat sendiri, apalagi harus merelakan segalanya. Apalagi penderitaan saat menjelang ajal, adalah saat yang sulit merelakan!

Kita juga dapat membayangkan bila ada orang lain berkata pada kita : “Anda harus merelakan segalanya, ikuti saya melafal Amituofo!” Apakah kita bersedia mendengarkan nya? Mengikuti nya melafal Amituofo? Apakah kita takkan berdebat dengan nya?

Dari pengalaman ini kita paham bahwa orang yang banyak pendapat dan sifatnya keras akan mengalami kerugian, saat menjelang ajal resiko nya lebih besar! Orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dan keakuan yang besar, saat menjelang ajal kemungkinan terperosok adalah sangat besar! Siapa pun takkan tahu kapan hidup akan berakhir, jika dalam keseharian tidak sudi melepaskan keakuan, maka saat menjelang ajal apakah bisa langsung merelakan?

Dikutip dari buku “Buddha Hendak Menyelamatkan Dirimu”karya Master Dao-zheng