Sabtu, 18 Mei 2013

Buddha Hendak Menyelamatkan Dirimu 06





Juga Bisa Sambil Mengingat dan Melafal Amituofo

Ada sebuah kisah nyata, ada seorang praktisi, 2-3 hari sebelum wafat, rekan-rekan nya membantunya melafal Amituofo, tiba-tiba dia ingin minum kopi, namun pihak keluarga merasa kopi merugikan kesehatan, sehingga tidak memberikan kopi padanya. Lagipula para sahabat Dharma yang lain juga menyalahkan praktisi ini yang bukannya menfokuskan diri melafal Amituofo, malah ingin minum kopi, sungguh sesat. Semua hadirin juga khawatir kalau praktisi ini tidak bisa melepaskan kemelekatan pada kopi, makanya tidak memberinya minum kopi. Namun praktisi ini jadi begitu putus asa karena permintaan nya yang hanya setetes kopi pun tak bisa terkabul. Karena tak tergapai maka keinginan nya ini semakin menggebu-gebu! Sehingga dia berubah jadi terfokus pada “meributkan ingin minum kopi”, tidak mau melafal Amituofo lagi, dan lagi semakin mendengar suara lafalan nama Buddha, dia jadi semakin emosi!

Para sahabat Dharma bertanya pada saya : “Apa yang harus dilakukan?” Saya menjawab : “Tolong sediakan dua cangkir kopi, saya akan bersulang dengannya!”

Pihak keluarganya merasa cemas berkata : “Kopi berbahaya pada kesehatan”. Sesungguhnya sudah sampai ajal, bukanlah saatnya mencemaskan kopi berbahaya pada kesehatan, lagipula praktisi itu juga sudah sulit menelan, paling tidak hanya satu atau dua tetes saja bukan masalah besar, juga tidak melanggar sila, hanya sebuah permintaan kecil, namun ditolak dengan mentah-mentah, hal ini akan menunda misi besarnya, sehingga timbul emosi dan tentunya tidak baik!

Karena itu saya bersukacita menikmati minum kopi bersamanya, ketika bersulang kami melafal Amituofo, bersulang dengan “para Buddha dan Bodhisattva di pesamuan kolam teratai”, praktisi itu ternyata juga bersulang dan melafal “Amituofo” , wajahnya penuh senyuman dan berkata : “Hari ini saya merasa langit cerah dan sejuk, bersulang dengan pesamuan kolam teratai, Amituofo!” Sesungguhnya dia hanya mampu minum sedikit saja, namun merasa senang sekali dan kembali melafal Amituofo lagi, dan tidak meributkan lagi ingin minum kopi.

Walaupun minum kopi tapi tak boleh terpisah dari melafal Amituofo, juga bukan sebuah keharusan bahwa melafal Amituofo tidak boleh minum kopi. Namun dalam segala aktivitas baik berjalan, berdiri, duduk dan berbaring tak terpisah dari melafal Amituofo. Jika melafal Amituofo tidak boleh beraktivitas, tidak boleh minum, tidak boleh bernafas, maka harus bagaimana baiknya? Jadi yang penting adalah objek fokus kita, mengingat dan melafal Amituofo, juga dapat bertemu dengan Buddha Amitabha.

Mengenai tekad Buddha Amitabha ke 18 saya ingin sharing dengan anda sekalian : ketika kita masih sibuk bertumimbal lahir, Buddha Amitabha telah memahami penderitaan tumimbal lahir, Beliau juga memahami sifat kita yang sulit merelakan sesuatu, tidak mampu menghapus keraguan, penderitaan dan kesulitan ini, Buddha Amitabha telah memahaminya, maka itu selama menjalani 5 kalpa pelatihan diri, Beliau mengadakan perenungan.

Selama 5 kalpa itu Beliau merenungkan bagaimana cara untuk menyelamatkan insan dengan akar kebajikan yang paling rendah, akhirnya Beliau berhasil menemukan caranya, berkata : “Ah! Saya telah menemukan jalan untuk menyelamatkan insan dengan akar kebajikan yang paling rendah!”

Maka Beliau mengikrarkan tekad, perhatikan lho…Dia sendiri yang duluan mengikrarkan tekad! Yakni pasti harus menyelamatkan semua makhluk tanpa terkecuali! Setelah mengikrarkan tekad, Beliau melanjutkan pelatihan diri Nya menwujudkan Alam Sukhavati, agar kita tak perlu menderita lagi, dan menyadari kita yang berakar kebajikan rendah ini, sehingga mengutus para Makhluk Suci yang berakar kebajikan tinggi untuk menjadi sahabat kita. Ini semua adalah maitri karuna Nya, tidak tega melihat kita menderita. Setelah terlahir ke Alam Sukhavati, segalanya terpenuhi sesuai keinginan, setelah makan tak perlu cuci piring, karena Buddha Amitabha akan membereskan semuanya buat kita.

Dikutip dari buku “Buddha Hendak Menyelamatkan Dirimu”karya Master Dao-zheng