Jumat, 01 November 2013

Menebar Senyum 07 (Tamat)


Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika
Kisah Chen Jin-chi
Bagian 7

Kemudian saya melihat raut wajahnya mulai tenang dan damai, tidak  ada kerutan sama sekali, wajahnya tidak memancarkan penderitaan lagi. Saya melihat para dokter dan suster, dan orang-orang yang menjaganya malah berwajah pucat dan kurus, sedangkan dia malah berwajah merah bercahaya, sungguh tak terbayangkan. Ketika dia baru menderita penyakit ini, wajahnya karena menjalani radioterapi, kelihatan sedikit berwarna hitam. Dengan menfokuskan pikiran melafal Amituofo, wajahnya berubah menjadi merah bercahaya. Nyonya Chen menasehatinya agar pulang rumah dan melafal Amituofo, dia menyetujuinya, dan dia masih dapat berterimakasih pada dokter dan suster yang merawatnya; dia berharap bisa mencabut selang infus, barulah saya menyadari kaki dan tangannya telah lebih lincah daripada sebelumnya.


Pada saat itu, dia bukan hanya berhasil menghentikan pendarahannya, bahkan seluruh penderitaan kesakitannya juga telah lenyap, sama sekali tidak memerlukan anti sakit, juga tak perlu diinfus lagi, tidak mengerutkan keningnya lagi, tidak ada siksaan lagi. Di dalam lafalan Amituofo, dalam kondisi damai menghembuskan nafas terakhir. Tanda-tanda istimewa ini, telah membuktikan bahwa apa yang tertera dalam Amitabha Sutra dan Maha-karuna-pundarika-sutra yang diterjemahkan oleh Master Hsuan Tsang adalah benar adanya.

Di dalam Amitabha Sutra tertera :

“Insan yang bertekad lahir ke Alam Sukhavati, asalkan melafal Amituofo berkesinambungan, saat menjelang ajalnya, Buddha Amitabha dan para Bodhisattva serta makhluk suci Alam Sukhavati lainnya akan muncul di hadapan praktisi, bermaitri karuna memancarkan cahaya melindunginya, agar pikirannya tenang tak tergoyahkan”.


Sedangkan dalam Maha-karuna-pundarika-sutra tercantum bahwa:

“Buddha menggunakan kekuatan samadhi untuk memberkati, bahkan membabarkan Dharma kepada sang praktisi yang sedang menjelang ajalnya, sehingga sang praktisi membangkitkan sukacita, karena bersukacita, maka masuk ke dalam samadhi (samadhi benar) dan memperoleh kekuatan prajna, terlahir ke Alam Sukhavati”.


Seorang pasien yang kesakitan sehingga harus tergantung pada morfin dalam melalui hari-harinya, hatinya amat risau, organ dalam tubuhnya, kulit, tangan dan kakinya tidak ada bagian yang tidak diserang kanker,  wajahnya berwarna merah merekah, berwibawa, tidak mengerutkan kening, tidak sesak nafas dan berteriak-teriak, kesadarannya masih bagus; tanda-tanda istimewa ini membuat saya merasa amat jelas bahwa kondisi ini serupa dengan apa yang dikatakan dalam sutra Buddha, sungguh ini adalah Buddha Amitabha muncul untuk memberi pemberkatan. Ini juga merupakan ketrampilan yang dilatihnya dalam keseharian, barulah dapat terjalin dengan Buddha.



Seperti yang dikatakan oleh Master Yin Guang : “Pada saat menjelang ajal jika wajah tidak berubah maka praktisi ini pasti memiliki ketrampilan melatih diri yang tinggi”.  Sepanjang hidup manusia bisa berpura-pura, hanya saat menjelang ajal tiada kepalsuan lagi, insan yang tulus dan setia, pada akhirnya akan memperoleh manfaat besar. Saya bertanya pada dirinya : “Apakah anda ada berkomunikasi dengan Buddha Amitabha?” Istilah komunikasi ini adalah istilah yang dia pakai selama ini. Dia diam sejenak kemudian menganggukkan kepalanya. Saya bertanya lagi : “Apakah anda telah melihat Buddha Amitabha?”  Dia menganggukkan kepala lagi; saya bertanya lagi : “Buddha sedang memancarkan cahaya menyinari dirimu, apakah kamu telah melihatnya?” Dia mengangguk lagi. Dia telah menganggukkan kepalanya tiga kali, saya merasa sudah tenang, mengetahui bahwa dia pasti akan terlahir ke Alam Sukhavati, kemudian dengan hening dia melafal Amituofo. Ketika kami mengantarnya sampai ke mobil ambulans, airmatanya berlinang, namun tidak mengerutkan kening, saya berkata padanya : “Kita sekarang akan pulang ke rumah untuk melafal Amituofo, pulang ke kampung halaman Alam Sukhavati”. Dia mengangguk, sepanjang perjalanan kami melafal Amituofo di dalam mobil ambulans.


Bodhisattva Jiang dan para sahabat Dharma telah selesai mendekorasi ruang untuk para hadirin melafal Amituofo, ruang ini ditata menjadi begitu agung. Kemudian ruang ini diberi nama Ruang Melafal Amituofo, kami sangat memuji, karena sebagian pasien riwayatnya berakhir di Ruang Perawatan Intensif (ICU), lagipula, begitu menghembuskan nafas terakhir langsung didorong ke ruang mayat yang dingin, gelap dan sempit, atau di kamar beku di rumah duka. Sedangkan di ruang ini begitu terang dan luas, sehingga semua kerabat dapat melafal Amituofo untuk mengantar Upasaka Chen ke Alam Sukhavati, membuat akhir drama yang penuh sukacita, memotivasi semua insan, sungguh berkah kebajikan yang besar. “Manusia memiliki tekad, Buddha akan memberikan mujizat”, sungguh tak terbayangkan, sampai para Bhiksu, sahabat Dharma, organisasi yang membantu melafal Amituofo, juga pada berdatangan, mereka amat tulus dan saling bergantian untuk menemani Upasaka Chen melafal Amituofo.



Ketika Master Jian Yin datang, beliau dengan ramah berbincang dengan para hadirin serta menceramahkan tentang keistimewaan Alam Sukhavati, bukan hanya hadirin yang merasa amat bersukacita, bahkan Upasaka Chen sampai membuka kedua matanya yang telah lama terpenjam, ketika matanya terbuka dia tersenyum, senyumannya bercampur baur dengan senyuman hadirin lainnya. Sungguh satu senyuman dapat menghilangkan segala penderitaan.


Setiap hari Nyonya Chen mencurahkan segala permohonan di hatinya kepada Buddha Amitabha sampai airmatanya berlinang, akhirnya kini menjadi kenyataan. Para sahabat Dharma terus berdatangan silih berganti, ada juga yang biasanya sangat sibuk sehingga sulit diundang juga turut berdatangan, termasuk guru dan kepala sekolah yang beragama Kristen, baik yang kenal maupun tak kenal, semuanya berdatangan menghadiri babak akhir drama yang penuh sukacita ini. Bahkan ibunda dari Upasaka Chen yang semula menangis tersedu-sedu, namun karena melihat babak akhir drama yang penuh sukacita ini, juga jadi tersenyum sambil memuji : “Ini sungguh Buddha telah membawanya pergi!” Sungguh, Buddha Amitabha dengan kekuatan tekadNya telah menuntunnya ke Alam Sukhavati!  


Betapa menderitanya insan berambut putih harus mengantar kepergian insan berambut hitam, namun apa daya! Di dalam kekuatan maha maitri maha karuna Buddha, kepedihan ini telah melebur dan berubah menjadi kekuatan keyakinan dan tekad. Upasaka Chen dengan “menebar senyum terlahir ke Alam Sukhavati” telah mempengaruhi ibundanya untuk meyakini Buddha dan melafal Amituofo, sehingga telah menunaikan bakti yang tertinggi.


Lebih dari sepuluh menit menjelang ajal, dia mengalirkan linangan airmata yang tidak sedikit, mungkin itu adalah airmata “kesedihan bercampur dengan kebahagiaan”!  Karena telah menderita di tumimbal lahir selama berkalpa-kalpa, dan kini telah memperoleh pembebasan, sungguh bahagia tiada taranya, juga mengasihi para makhluk yang masih tersesat dan tidak bersedia kembali ke jalan yang benar, maka itu dia mengalirkan airmata kesedihan bercampur bahagia. Kemudian pada detik terakhir, tiba-tiba dia tersenyum sampai gigi pun terlihat, bunga bermekar hati terbuka, dan mampu menggerakkan tangannya yang selama ini telah tidak lincah, melambaikan tangan kepada semua hadirin tanda pamit.


Nyonya Chen yang sudah lama tidak melihat suaminya tersenyum begitu bahagia, juga ikut menemaninya tersenyum sambil melafal Amituofo. Sepasang suami istri yang begitu kompak, yang satu terlebih dahulu menuju Alam Sukhavati untuk kuliah, yang satunya lagi bertekad keluar dari perasaan cinta individu untuk mencintai semua makhluk, membalas budi Buddha. Yakin bahwa seluruh makhluk yang memiliki tekad agung serupa dengan Buddha, pasti akan mencapai keberhasilan sempurna. Semasa hidupnya Upasaka Chen pernah tertawa menghibur Nyonya Chen agar menenangkan hatinya, memang benar, senyum terakhirnya sungguh membuat semua orang jadi kagum.


Setelah melafal Amituofo selama 8 jam, tubuh jasmaninya masih begitu lembut, wajahnya masih tersenyum serupa masih hidup, setelah diperabukan masih meninggalkan kenangan berupa sarira. Saya memberinya ucapan selamat! Dengan menebar senyum memasuki kolam tujuh mustika, selamanya tak perlu lagi menjalani penderitaan, hingga mencapai KeBuddhaan!


    Terimakasih Buddha Amitabha, mengasihi semua makhluk di lautan penderitaan, tidak pernah mengabaikan siapapun juga. Buddha berada di mana saja, dan hanya insan yang tulus sepenuhnya yang dapat meraih tanganNya.   


Dikutip dari : Ceramah Master Dao Zheng
Judul :  Menebar Senyum Memasuki Kolam Tujuh Mustika