Senin, 27 Mei 2013

Teratai Mustika Yang Cacat 024



Amituofo pil mujarab yang tiada taranya, dimasak dengan sup apapun tetap lezat.

Tak peduli insan lain hendak melafal Amituofo dengan irama apapun, walau kedengarannya enak atau tidak, kita tetap melafal Amituofo, bila setelah mendengarkan lalu tak sudi ikut melafal dan memiliki macam-macam “pendapat”, ini namanya kita tidak tulus! Insan lain melafal Amituofo dan telah terlahir ke Alam Sukhavati, sementara kita yang masih meributkan pendapat sendiri, bertumimbal lahir di enam alam. Jujur saja, melafal Amituofo harus menuruti kondisi namun tak berubah, tak berubah walau menuruti kondisi, tak peduli ketemu jalinan jodoh apa, harus dapat beradaptasi dan menuruti keadaan, dalam hati tetap melafal Amituofo. Dalam stasiun maupun terminal yang begitu hiruk pikuk juga harus bisa melafal Amituofo dengan tenang, suara motor yang sangat keras, kita juga harus bisa melafal Amituofo dengan sukacita. Menukar sup namun tidak mengganti obatnya, beragam cara mengolah sup, namun obatnya tidak diganti, Amituofo adalah pil Agada, penyembuh segala macam penyakit, memasaknya dalam segala ragam sup tetap melezatkan.

Suara apapun yang terdengar tetap bersukacita melafal Amituofo, berbahagia terlahir ke Alam Sukhavati.

Meskipun dunia ini dipenuhi keramaian dan hiruk pikuk, namun teratai di hati selamanya tetap bermekaran.

Banyak orang mengeluh lingkungan yang hiruk pikuk sehingga tak bisa melafal Amituofo, atau mengeluh suara atau musik di sekitarnya sehingga tidak bisa melafal Amituofo dengan tenang. Sesungguhnya hidup di dunia ini, penuh dengan ragam suara, namun kita dapat menyerasikan dengan irama Amituofo yang kita lafal, tak peduli apakah suara atau musik itu enak didengar atau tidak; tak peduli apakah kita suka atau tidak, juga harus mengubahnya menjadi “Amituofo”. Meskipun dunia ini dipenuhi keramaian dan hiruk pikuk, kita harus menjaga agar teratai di hati senantiasa bermekaran!  Karena kita tidak bisa menjamin saat menjelang ajal,  kebetulan di sebelah lagi ada pesta pernikahan dan orang-orang sedang membakar petasan, tidak ada orang yang sedang membangun rumah sehingga ada bunyi palu dan bor, tak ada yang membunyikan klakson. Kita juga tidak bisa menjamin kebetulan saat itu  di sekitar kita ada yang memutar musik dengan keras sambil menari, juga lebih tidak bisa menjamin pada hari tersebut tak ada bunyi petir dan hujan deras, lagipula suara anjing, burung, anak-anak yang sedang berkejar-kejaran, maka itu dalam keseharian harus melatih walaupun suara apapun yang terdengar, kita tetap bersukacita melafal Amituofo dan berbahagia lahir ke Alam Sukhavati.

Kondisi yang tak mendukung, hati mendukung; “ribut sekali” juga bukan rintangan.

Ketika ayahku meninggal dunia dan disemayamkan di rumah duka, saya menemukan bahwa masing-masing ruangan cuma berukuran 2 meter, masing-masing keluarga almarhum akan menggunakan cara berbeda untuk mengadakan upacara duka, ada yang mengundang imam Tao yang memukul gong dan  simbal; ada yang mengundang orang memainkan musik, ada yang mengundang biarawan Buddha untuk melafal nama Buddha dan membaca sutra, semuanya mempersiapkan alat musik masing-masing dengan volume suara yang paling keras, setiap saat ada belasan kelompok yang dalam waktu bersamaan mengadakan upacara doa, suaranya ramai sekali sampai berbicara pun tidak terdengar suara sendiri. Adik yang baru pulang dari Amerika, sangat tidak menyukai tradisi Taiwan ini, sehingga berusaha  meminta agar semua pihak bersedia mengecilkan suara, tapi dampaknya juga tak jauh beda.

Saya jadi teringat akan ajaran ayah semasa hidup, lalu saya tersenyum pada adik dan berkata padanya : “Jika ayah keluar dari peti mati pasti akan berkata, begitu saja kamu sudah tak mampu menfokuskan diri melafal Amituofo, apa lagi yang sanggup kamu lakukan?” Mendengar ini adik jadi tertawa, untunglah ada ajaran dari ayah, dalam kondisi yang hiruk pikuk masih bisa terfokus, andaikata karena ribut maka tidak bisa menenangkan diri, maka orang semacam ini ketika meninggal dunia dan disemayamkan di rumah duka pasti akan merasa “hiruk pikuk” dan sangat terganggu, dan timbul kerisauan. Maka itu kita harus melatih ketika mendengar suara apapun, suka maupun tak suka, tetaplah melafal Amituofo tanpa rintangan.

Kita tidak bisa berharap lingkungan yang menuruti kita, tetapi kita dapat melatih menganggap semuanya adalah jelmaan Buddha Amitabha, segalanya dapat membantu kita teringat dan melafal Amituofo, jika kondisi sekitar semakin ribut, hatiku akan semakin bersemangat melafal Amituofo.

Dikutip dari ceramah Master Dao-zheng :  “Teratai Mustika Yang Cacat”. 

道證法師~《缺陷變寶蓮》